Daftar Perbedaan Densus 88, Kopassus, Brimob, dan Gegana
Sebelum menyelam lebih jauh tentang perbedaan tugas dan lain sebagainya, detikers perlu tahu singkatan masing-masing unit ini. Densus 88 adalah singkatan dari Detasemen Khusus 88. Sementara itu, Kopassus merupakan kependekan dari Komando Pasukan Khusus.
Lebih lanjut, kepanjangan dari Brimob adalah Brigade Mobil, sedangkan Gegana adalah nama asli, bukan singkatan sebagaimana informasi dari situs Pasukan Gegana. Adapun asal-muasal nama ini adalah kata Gheghono dalam bahasa Sansekerta yang berarti awang-awang.
Berdasarkan tulisan dalam Jurnal Lex Crimen berjudul "Fungsi dan Kedudukan Densus 88 dalam Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme Menurut Hukum Positif Indonesia" oleh Novian Takasili, Densus 88 dibentuk pada 20 Juni 2003 berdasarkan Surat Keputusan Kapolri Nomor 30/VI/2003.
Sementara itu pasukan yang terkenal dengan baret merahnya, Kopassus, telah berdiri sejak 16 April 1952. Dikutip dari situs resmi Kopassus, awalnya satuan ini dinamai Kesatuan Komando Teritorium III.
Setelahnya, satuan ini terus berganti nama hingga sekarang disebut Kopassus. Secara berurutan, nama-namanya adalah Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD), Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), Pusat Pasukan Khusus TNI-AD (Puspassus TNI-AD), Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha), dan terakhir Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Disadur dari situs Korps Brimob Polri, Brimob dibentuk pada 14 November 1946. Kala itu seluruh kesatuan Polisi Istimewa, Barisan Polisi Istimewa, dan Pasukan Polisi Istimewa dilebur menjadi Mobile Brigade atau Mobrig yang kelak dikenal dengan nama Brimob.
Terakhir, Gegana dibentuk pada 27 November 1974 berdasarkan Surat Keputusan Kapolda Metro Jaya no.Pol.Skep/29/XI/1974. Meski sudah terbentuk sejak 1974, pengakuan dari Departemen Pertahanan Keamanan baru didapatkan Pasukan Gegana pada tahun 1976.
Sebagai unit khusus, tentunya, masing-masing satuan memiliki lembaga induk yang menaunginya. Lantas, apa saja lembaga yang menaungi keempat unit khusus ini?
Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 6 Tahun 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menaungi tiga satuan khusus, yakni Densus 88, Brimob, dan Gegana.
Korps Brigade Mobil atau Korbrimob adalah unsur pelaksana tugas pokok Polri di bidang brigade mobil pada tingkat Mabes Polri yang berada di bawah kapolri. Sedangkan Densus 88 adalah unsur pelaksana tugas pokok Polri di bidang penanggulangan tindak pidana terorisme pada tingkat Mabes Polri yang berada di bawah kapolri.
Sementara itu, meski juga dinaungi Polri, secara spesifik, Gegana termasuk bagian Korbrimob. Oleh karenanya, unit ini berada di bawah Komandan Korbrimob (Dankorbrimob) Polri.
Adapun Kopassus, pasukan ini berada di bawah Tentara Nasional Angkatan Darat. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia, dijelaskan bahwa Komandan Kopassus berkedudukan dan bertanggung jawab kepada Panglima TNI.
Berdasar aturan-aturan yang telah disebutkan, tugas keempat unit ini adalah:
Secara ringkas, Densus 88 berfokus pada penanggulangan terorisme dengan pendekatan investigatif dan operasional, Kopassus bertugas untuk melaksanakan operasi khusus dan penanggulangan terorisme di medan perang, Brimob bertugas menangani pengendalian massa dan situasi darurat lainnya, sedangkan Gegana khusus bertugas menangani penjinakan bom dan bahan peledak.
Nah, itulah perbedaan antara Densus 88, Kopassus, Brimob, dan Gegana. Semoga penjelasannya mencerahkan ya.
tirto.id - “Jadi ini berawal dari semua permasalahan yang sudah dikumpul-kumpul, diakumulasi oleh ikhwan-ikhwan, dari mulai masalah pembatasan tentang hak-hak: makanan, kemudian masalah besukan, dan sebagainya,” ujar Abu Qutaibah alias Iskandar alias Alexander dalam kronologi penyebab kejadian ricuh di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Selasa malam (8/5).
Abu Qutaibah adalah sosok yang dituakan di antara penghuni tiga blok khusus tindak pidana terorisme di Rutan Mako Brimob. Ia adalah narapidana tindak pidana terorisme (napiter) Bom Kampung Melayu yang ditangkap pada Juni 2017 oleh Densus 88 Mabes Polri.
Rekaman Abu Qutaibah tersebut kami dapatkan secara eksklusif. Rekaman ini menjadi tambahan informasi ihwal penyebab ricuh yang membuat lima personel polisi tewas dan terjadi drama penyanderaan seperti klaim pihak kepolisian.
Versi polisi, ricuh yang bermula sejak Selasa sore (8/5) itu disebabkan persoalan titipan makanan yang tertahan milik salah seorang penghuni tahanan.
Menurut Abu Qutaibah dalam rekaman berdurasi 11 menit 35 detik ini, insiden pemberontakan napi dan terdakwa kasus terorisme itu akumulasi kekesalan para napiter karena barang titipan yang diberikan kolega mereka tak bisa masuk ke ruang tahanan. Selain itu, ada perlakuan anggota polisi yang dianggap melecehkan istri mereka ketika besuk.
“Akhwat kami ditelanjangi,” ujar Abu Qutaibah.
“Itu terkadang sudah pakai celana dalam, disuruh loncat jongkok. Ini dengan tujuan kalau ada barang terlarang bisa jatuh karena disuruh loncat-loncat. Ini satu hal yang tidak manusiawi menurut kami,” tambah Qutaibah.
Akumulasi kekesalan itu kemudian meledak saat permintaan penjelasan para napiter kepada petugas tak direspons dengan baik. Para napiter mendatangi kantor sipir untuk meminta penjelasan kenapa barang, termasuk makanan yang diberikan oleh keluarga mereka, tidak diantar ke tahanan.
Saat para napiter meminta penjelasan, kata Abu Qutaibah, seorang anggota Densus 88 meletuskan tembakan yang melukai rekan mereka. Tembakan itu tepat mengenai dada kiri seorang tahanan. Belakangan, diketahui tahanan yang tertembak itu adalah Wawan Kurniawan alias Abu Afif.
Petugas kemudian melepas tembakan kembali dan menumbangkan Benny Syamsu, terdakwa tindak pidana terorisme asal Pekanbaru, yang persidangannya satu majelis dengan Wawan di PN Jakarta Barat. Saat mengetahui rekan mereka tumbang, kemarahan memuncak dan situasi tak bisa dikendalikan.
“Ketika mereka sampai dengan kemarahan mereka di kantor sipir ada petugas Densus yang mengeluarkan tembakan, kemudian ikhwan kami terluka. Satu orang,” kata Qutaibah.
“Wallahu a'lam ini semua di luar dugaan kami. Jadi kalau pihak Densus menyalahkan kami, tidak bisa. Karena insiden ini tidak ada rencana sebelumnya.”
Sebelum kami mendapatkan rekaman ini, kami sempat menghubungi Asludin Hatjani, kuasa hukum Aman Abdurahman sekaligus pengacara Wawan dan Benny.
Asludin membenarkan klaim polisi yang menyebut pemantik kerusuhan di Rutan Mako Brimob bermula dari makanan.
“Dia (Wawan) ingin makanan yang dibawa istrinya, tapi tidak bisa masuk,” ujar Asludin via telepon, Kamis malam (10/5).
Sebelum kerusuhan di Mako Brimob itu, Wawan baru saja menjalani persidangan kedua atas kasus kepemilikan senjata api dan rencana jihad ke Marawi. Wawan mengeluhkan perlakuan petugas kepada Asludin.
Pengakuan ini sinkron dengan keterangan polisi. Sebagaimana klaim polisi dalam jumpa pers di Mako Brimob, Rabu pagi (9/5/), pemantik kerusuhan bermula dari makanan yang tak diberikan petugas kepada para tahanan terpidana teroris. Wawan dianggap provokator kerusuhan di Rutan Mako Brimob.
“Pemicunya hal sepele, masalah makanan,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Mohamad Iqbal.
Namun, keterangan polisi tak sepenuhnya menjawab penyebab lain soal kericuhan berdarah itu. Banyak yang tak dikatakan polisi mengenai insiden selama 38 jam tersebut.
Sebelum kami mendapatkan rekaman eksklusif Abu Qutaibah—orang yang dituakan dalam sel di tiga blok Rutan Salemba cabang Mako Brimob, pernyataan serupa juga kami dapatkan dari Muhammad Jibriel Abdul Rahman, mantan terpidana kasus tindak pidana terorisme Pemboman Hotel JW Marriot tahun 2009. Menurut Jibriel, kericuhan berdarah itu merupakan akumulasi dari perlakuan yang selama ini diterima para tahanan.
“Di saat orang divonis masuk ke dalam penjara, dia tidak akan pernah senyaman apa yang dia lakukan. Jadi, ketika kamu merasa dizalimi, itu wajar. Kalau enggak mau, ya bebas aja,” ujar Jibriel di sela-sela rapat persiapan aksi demonstrasi 11 Mei 2018 atau ‘Aksi 115’ di Monumen Nasional hari ini.
“Rentetan-rentetan terjadinya hal tersebut (kerusuhan di Rutan Mako Brimob) ini panjang,” katanya.
Ia menyebut kerusuhan Selasa malam (8/5) itu bermula dari perlakuan petugas di dalam rutan. Salah satunya prosedur pemeriksaan di dalam rutan yang membuat tahanan di blok khusus itu meradang.
Pernyataan serupa dikatakan oleh Firdaus Ghazali, pengacara deportan ISIS yang tertangkap di perbatasan Suriah. Di Rutan Mako Brimob, memang ada perlakuan yang membuat risih pembesuk. Ia pernah mengalami perlakuan yang dianggap melebihi batas ketika menemui kliennya di dalam rutan.
“Saya sampai membuka semua pakaian hingga celana dalam saya,” ujarnya.
Ia menyebut aturan ketat itu mulai berlaku baru-baru ini. Aturan itu, katanya, dibuat oleh Brimob yang menjaga keamanan di area rutan.
Ali Fauzi, mantan terpidana terorisme bom Bali sekaligus adik kandung Amrozi, juga mengatakan hal sama. Ia menilai ada perlakuan yang tak seharusnya diterapkan berlebihan pada prosedur pemeriksaan untuk para pembesuk di Rutan Brimob.
“Dalam beberapa hal, harusnya lelaki yang memeriksa. Ini yang membuat mereka tersinggung. Harusnya sesuai prosedurlah,” kata Ali Fauzi melalui sambungan telepon, Kamis (10/5).
Tirto mencoba mengonfirmasi ihwal pernyataan Abu Qutaibah seperti yang muncul dalam rekaman, bahwa ada perlakuan anggota polisi yang dianggap melecehkan istri mereka ketika membesuk tahanan di Mako Brimob, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto membantahnya.
"Enggak mungkin lah kalau itu. Hoaks itu saya berani jamin kalau yang menjenguk ditelanjangi, nggak mungkin," kata Setyo di Mabes Polri, Jumat (11/5)
-- Iptu Yudi Rospuji Siswanto menjadi satu dari lima petugas yang tewas dalam insiden
, Kelapa Dua Depok, Jawa Barat. Hampir bersamaan dengan penanganan aksi penyanderaan oleh para napi teroris tersebut, istri Yudi melahirkan seorang bayi laki-laki hari ini, Kamis (10/5).
Kabar tersebut pun dikonfirmasi oleh Kepala Biro Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Mohammad Iqbal.
"Kabar gembiara sekaligus haru bahwa rekan kami atas nama Iptu Yudi Rospuji Siswanto hari ini putranya lahir," kata Iqbal saat memberikan keterangan pers di Gedung Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Polri, Kelapa Dua, Depok, siang ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jenderal bintang satu itu pun mengucapkan selamat atas lahirnya sang bayi, dan mendoakan agar putra almarhum Iptu Yudi tersebut menjadi anak yang saleh, berbakti, berguna bagi bangsa dan negara, dan melanjutkan profesi almarhum Iptu Yudi sebagai polisi.
Dia pun mencetuskan putra almarhum Iptu Yudi merupakan anak seluruh anggota Polri.
"Anak tersebut, anak saya dan dan anak seluruh anggota Polri," ujar dia.
Dia mengatakan kelahiran putra almarhum Iptu Yudi pada hari ini merupakan takdir Tuhan. Kelahiran sang putra tersebut berselang sehari setelah ayahnya gugur saat melaksanakan tugas kala terjadi
"Ketika ayahnya berpulang ke pangkuan Ilahi, anaknya, putranya hadir ke dunia ini," ujar Iqbal.
Yudi merupakan satu dari lima anggota Polri tewas saat kerusuhan di Rutan Mako Brimob yang berlangsung sejak Selasa (8/5) malam lalu. Selain Yudi, empat anggota lain yang tewas adalah Brigadir Fandy Setyo Nugroho, Brigadir Satu Syukron Fadhli, Brigadir Satu Wahyu Catur Pamungkas, dan Ajun Inspektur Dua Denny Setiadi.
Presiden RI Joko Widodo dalam jumpa pers di Istana Bogor memerintahkan Polri untuk memberikan kenaikan pangkat luar biasa atau anumerta bagi anggota polisi yang meninggal saat menjalankan tugas.
"Saya bilang ke wakapolri untuk memberikan kenaikan pangkat liar biasa untuk prajurit yang menjadi korban teroris," kata Jokowi.
Prison riot in Depok, Indonesia
A three-day prison takeover and stand-off took place in 2018 between the Indonesian National Police and inmates convicted of terrorist activities who were imprisoned at the Police's Mobile Brigade Corps's headquarters (Mako Brimob) in Depok, West Java, Indonesia. The inmates took control over one prison block and 6 police officers were taken hostages. As a result of the standoff, five police officers died, with one inmate dead after being shot by the police. Four policemen were also injured in the incident.[3] The Islamic State claimed its fighters were in the standoff.[4] Another policeman was stabbed to death at the headquarters of the elite Mobile Brigade police after the siege by a terrorist who was later shot and killed.[5]
After midnight, pictures began circulating on social media, depicting several detainees holding firearms, a black IS flag, nursing wounds and holding hostages. Mako Brimob and surrounding areas were secured and civilians were prohibited from coming closer to the area. Brimob officers began to secure the surrounding streets, extending extra security to a nearby church and hospital.[6]
The police have announced that five members of Police's Densus 88 counter-terrorism unit have been killed while another officer was held hostage, in a standoff between police and terror convicts since rioting broke out on Tuesday evening at the Mobile Brigade headquarters (Mako Brimob) detention center in Kelapa Dua, Depok, West Java.
One terror detainee was also killed during the incident after making repeated threats and attempting to steal a police weapon.
The Mako Brimob has been in lockdown since rioting broke out at its detention center on Tuesday evening, with local roads cordoned off and affecting traffic on Wednesday.
According to National Police spokesman Brig. Gen. M. Iqbal, the officers' bodies have been transferred to the National Police Hospital in Kramat Jati, East Jakarta.
The bodies have been identified as:
Meanwhile, the police officer who was held hostage was identified as Chief Brigadier Iwan Sarjana.[8]
Netizens were worried about Jakarta's former governor Basuki Tjahaja Purnama who was serving sentence in Mako Brimob for a politically motivated conviction of blasphemy against Islam. Although the police reported him to be safe, they suspected that the attackers planned to attack him as well.[9]
JAKARTA - Penyidik masih belum menetapkan satupun tersangka atas tragedi kericuhan di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok pada Selasa 8 Mei 2018. Setidaknya insiden bentrok tersebut menyebabkan lima anggota Densus 88 gugur dan satu narapidana teroris (napiter) tewas.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Muhammad Iqbal menyampaikan, pihaknya masih sedang mengumpulkan barang bukti dan saksi-saksi untuk membidik orang yang harus bertanggung jawab dalam kasus tersebut.
"Belum (ada tersangka). Masih berproses, ada beberapa yang kita lakukan, pengumpulan bukti-bukti, gunanya untuk kita firm agar kita bisa menjerat siapa yang melakukan penganiayaan. Tim sudah bergerak lama, proses pengumpulan alat bukti," kata Iqbal di Mabes Polri, Jakarta, Senin (9/7/2018).
(Baca Juga: 5 Polisi yang Tewas dalam Kerusuhan di Mako Brimob Naik Pangkat Anumerta)
Jenderal bintang satu itu menegaskan, polisi akan terus mengusut kasus kericuhan di Rutan Mako Brimob tersebut hingga tuntas. Menurutnya, siapa pun yang melakukan tindak pidana apalagi menganiaya petugas, pasti akan diproses sesuai hukum yang berlaku.
"Kita sudah kumpulkan bukti jejak digital, yang pasti, kami menjamin kasus di Mako Brimob tetap berproses," pungkas Iqbal.
Sekedar informasi, kericuhan di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat itu terjadi pada Selasa 8 Mei lalu. Dalam insiden tersebut, setidaknya ada lima polisi yang gugur dan satu narapidana teroris tewas, atas nama Benny Syamsu Tresno.
Adapun lima polisi yang tewas karena dianiaya itu yakni Bripda Wahyu Catur Pamungka, Bripda Syukron Fadhil Idensos, Ipda Rospuji, Bripka Denny, Briptu Fandi.
Selain korban jiwa, dalam insiden tersebut juga ada anggota polisi yang sempat disandera oleh napiter. Butuh 36 jam untuk membebaskan sandera dari para napiter, anggota polisi yang disandera yakni Bripka Irwan Sarjana yang kini sudah dalam perawatan.
- Tragedi kerusuhan dan penyanderaan polisi oleh napi teroris di rutan di Mako Brimob Depok akhirnya usai. Kurang lebih 36 jam, Polri akhirnya bisa membuat 156 napi yang melakukan perlawanan menyerah. Satu napi ditembak mati karena melawan.
Kerusuhan ini terjadi di Rutan Negara Cabang Salemba, Selasa (8/5) sore. Lokasi rutan berada di dalam Kompleks Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Para napi teroris membuat kerusuhan.
Situasi di rutan begitu mencekam. Menurut keterangan Wakapolri Komjen Syafruddin, para napi melakukan penyanderaan terhadap 9 orang polisi. Beberapa di antaranya merupakan anggota Densus 88 Antiteror.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keadaan makin tak terkendali ketika para napi teroris tersebut melakukan penjebolan di dalam rutan. Mereka menggunakan berbagai barang yang mereka temukan untuk menjebol sekat.
Napi teroris live instagram di kerusuhan mako brimob Foto: Istimewa
Selain merampas senjata para sandera, para napi teroris juga membobol ruang penyimpanan barang bukti. Lebih ngerinya lagi, mereka juga mendapatkan sejumlah bom atau peledak di situ.
Komandan Korps Brimob Irjen Rudy Sufahriadi mengatakan, bom-bom yang dikuasai para napi itu adalah barang bukti sitaan Densus 88 yang belum sempat ditempatkan di gudang barang sitaan.
Situasi di Mako Brimob mencekam. Kasus ini langsung mencuat kala para napi teroris ini melakukan aksi live lewat Instagram. Komjen Syafruddin menyebut mereka bisa masuk ke media sosial lewat handphone rampasan dari sandera.
Beginilah Suasana Mencekam di Depan Mako Brimob Foto: Grandyos Zafna/detikFoto
Kapolri yang mengetahui kasus ini langsung menyusun strategi. Dia memerintahkan Wakapolri Komjen Syafruddin memimpin penanganan dibantu jajaran Humas Mabes Polri. Dia juga mengkomunikasikan strategi penanganan dengan Kepala Densus 88 Antiteror, Dankor dan Wadankor Brimob.
Setelah melakukan pemetaan, didapatlah informasi penting bahwa para napi teroris ini sebenarnya terpecah dalam dua kubu. Ada yang mendukung pemberontakan, ada pula yang menolak.
Diketahui pula dari 9 orang sandera yang tersisa tinggal 1 orang yakni anggota Densus 88 Antiteror Bripka Iwan Sarjana. Para sandera sebelumnya sempat melakukan perlawanan sehingga 5 orang tewas dan sisanya bisa dibebaskan. Sementara ada 1 orang teroris yang mati ditembak petugas dan ada 1 orang lagi yang terluka terkena tembakan.
Tito pun melaporkan kejadian itu kepada Presiden Jokowi serta seperti apa situasi terkininya. Menurut dia saat itu Jokowi perintahnya jelas, yakni negara tidak boleh kalah dengan terorisme. Ambil tindakan tegas jika diperlukan.
Mendapat perintah itu, tidak tanggung-tanggung sekitar 800 orang hingga 1.000 orang polisi mengepung rutan di Mako Brimob. Polri melakukan pendekatan lunak atau soft approach kepada napi yang melakukan penyanderaan. Targetnya agar sandera bisa dibebaskan dan korban dari napi juga minimal.
Upaya persuasif itu pun dilakukan mengingat di dalam lapas ada napi umum termasuk eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang ditahan di sana karena kasus penodaan agama. Selain itu ada napi wanita yang memiliki bayi. Dikhawatirkan jika salah langkah, situasi bisa buruk.
Upaya itu pun berbuah manis. Kamis (10/5) pukul 00.40 WIB, sandera Bripka Iwan Sarjana berhasil dibebaskan setelah ditukar dengan makanan yang diminta para napi teroris yang melakukan penyanderaan.
"Dalam teori penanganan penyanderaan indikator keberhasilan operasi penyanderaan itu adalah kalau sanderanya hidup. Kalau sanderanya mati berarti gagal. Sanderanya alhamdulillah bisa hidup," kata Tito kepada wartawan di Mako Brimob.
Karena sandera terakhir sudah bebas, Polri pun segera mengultimatum para napi teroris agar segera menyerah sebelum fajar. Jika menolak, Polri sudah siap menempuh opsi terakhir yakni penggunaan senjata.
Detik-detik napi teroris menyerah di Mako Brimob Foto: Dok. Polri
Sebelum fajar, sebanyak 145 orang napi teroris pun "mengangkat bendera putih". Mereka keluar satu per satu dari ruang pertahanan. Sedangkan 10 orang napi lainnya menolak. Menko Polhukam Wiranto menyebutnya dengan istilah 'ngeyel'.
Tim Polri pun menggunakan strategi lain dengan melakukan peledakan tembok-tembok lapas. Strategi ini biasa digunakan dalam operasi pembebasan sandera. Suara dentuman ledakan bersahutan pagi itu di Kompleks Mako Brimob. Hasilnya 10 orang napi teroris ini pun bisa ditangkap.
Polri langsung melakukan sterilisasi. Bom-bom yang sempat dikuasai para napi teroris ini juga ikut diledakkan. Sterilisasi juga dilakukan mewanti-wanti ada ranjau yang dipasang para napi. Jangan sampai ada korban lanjutan. Penanganan kasus ini pun dinyatakan Polri berakhir pukul 07.15 WIB.
Sebanyak 145 orang napi yang menyerahkan diri langsung dibawa ke Lapas Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah, melalui jalan darat. Penahanan mereka akan dilakukan di sana. Sedangkan 10 orang napi yang sebelumnya menolak menyerah diperiksa sebelum nantinya juga dikirim ke sana.
Kapolri menyatakan berdukacita kepada keluarga 5 orang polisi yang gugur. Para korban yang gugur telah diberikan kenaikan pangkat luar biasa. Mereka adalah Iptu Luar Biasa Anumerta Yudi Rospuji Siswanto, Aipda Luar Biasa Anumerta Denny Setiadi, Brigadir Luar Biasa Anumerta Fandy Setyo Nugroho, Briptu Luar Biasa Anumerta Syukron Fadhli, serta Briptu Luar Biasa Anumerta Wahyu Catur Pamungkas.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Mako Brimob Depok, Kamis (10/5/2018) Foto: Bil Wahid/detikcom
Tito mengatakan, Polri akan melakukan evaluasi terkait kasus ini. Jelas dia, Rutan Negara Cabang Salemba di Kompleks Mako Brimob sebenarnya memang tidak layak huni bagi napi teroris. Selain sudah kelebihan kapasitas, rutan ini klasifikasinya bukan maximum security atau keamanan maksimum yang seharusnya dipergunakan untuk napi teroris.
Rutan di Mako Brimob ini awalnya didesain sebagai penjara untuk anggota Polri yang melakukan tindak pidana. Mereka dipisah penahanannya karena dikhawatirkan jika dimasukkan ke rutan umum akan terjadi tindak kekerasan yang dilakukan oleh napi yang dulu mereka tindak.
"Di dalam memang tidak layak bukan didesain untuk maximum security yang layaknya untuk teroris, yang kedua persoalannya over crowded. Ini sebenarnya cukup untuk kira-kira idealnya 64 orang, maksimal 90-an lah. Ini saya lihat, saya juga baru tahu sampai 155 orang di dalam itu, jadi sangat sumpek sekali," ucap Tito.
[Gambas:Video 20detik]
Sebagai pelaksana utama Mabes Polri yang menangani kejahatan berintensitas tinggi, Brimob Polri telah mengukir sejarah panjang dalam perjalanannya mengabdi, membela, dan menjaga bangsa Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya, ada lima satuan kerja dalam Korps Brimob Polri.
Dilansir laman Korbrimob Polri, Korps Brimob Polri adalah cikal bakal organisasi Jepang yang beberapa kali telah mengalami perubahan nama, mulai dari Tokubetsu Kaisatsu Tai sampai akhirnya menjadi Brimob (Brigade Mobil). Korps Brimob Polri mulai terlihat perannya ketika Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada 8 Maret 1942.
Sekitar dua bulan menduduki Indonesia, Jepang mengalami kekalahan sebanyak dua kali berturut-turut karena keterbatasan personel. Kemudian Jepang membentuk beberapa organisasi semimiliter dan militer sebagai pembantu militer Jepang dan pemelihara keamanan serta ketertiban daerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai cadangan yang dapat digerakkan dengan cepat dan diharapkan dapat membantu dalam medan tempur, Jepang membentuk satuan polisi khusus yang diberi nama Tokubetsu Keisatsu Tai. Pascakemerdekaan Indonesia, namanya diubah menjadi Polisi Istimewa.
Hingga pada 14 November 1046, seluruh kesatuan Polisi Istimewa, Barisan Polisi Istimewa, dan Pasukan Polisi Istimewa disatukan menjadi Mobil Brigade (Mobrig). Saat ini dikenal dengan sebutan Brigade Mobile (Brimob).
Satuan Kerja dalam Korps Brimob Polri
Terdapat lima satuan kerja dalam Korps Brimob Polri, yang masing-masing mempunyai tugas serta tanggung jawab berbeda. Berikut penjelasan tentang satuan kerja dalam Korps Brimob Polri.
Korps Brigade Mobile (Korps Brimob) adalah satuan elit Polri yang mengemban tugas dalam menanggulangi ancaman keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Kesatuan ini memiliki intensitas tinggi.
Satuan tertua di Polri ini dibentuk pada 14 November 1946. Korps Brimob telah memberikan kontribusi terhadap bangsa negara dalam menjaga keamanan dan mempertahankan keutuhan Indonesia dari berbagai ancaman dan gangguan kamtibmas, seperti gerakan radikal bersenjata, terorisme, dan pengamanan unjuk rasa yang anarkis.
Pada 1974, ada isu teror terhadap Polda Metro Jaya, sehingga sebagai bentuk antisipasi tercetus lah gagasan pembentukan kopi satuan Gegana Brimob Polri. Satuan ini dipimpin Mayor Pol. Soemardi pada 27 November 1974.
Pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi beriringan dengan perkembangan ancaman kejahatan. Oleh karena itu, personel Gegana dituntut terus meningkatkan kemampuan.
Terutama dalam menindak gangguan kamtibmas berintensitas tinggi. Sebagai contoh, kejahatan terorganisasi menggunakan senjata api, bom, bahan kimia, biologi, radio aktif, dan perlawanan terror.
Resimen Pelopor adalah satuan pelaksana utama di bawah naungan Korps Brimob Polri. Satuan ini mengemban tugas dalam membina dan meningkatkan kemampuan personel.
Mereka juga bertugas mengerahkan kekuatan satuan atas perintah Kakor Brimob Polri sebagai penyelenggara fungsi penindakan massa dan lawan insurjensi, guna terwujudnya keamanan dalam negeri.
Satuan Latihan adalah unsur pelaksana utama di bawah naungan Korps Brimob Polri, yang bertugas menyelenggarakan pelatihan Brimob Polri, baik secara terpusat maupun kewilayahan.
Tugas Satuan Latihan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga asistensi bimbingan teknis latihan dan mengkaji, serta mengembangkan strategi kemampuan Brimob Polri.
Satuan Intelijen Brimob
Satuan Intel Brimob adalah unsur pembantu pemimpin dan pelaksana utama tugas intelijen dalam Korps Brimob Polri, yang mempunyai kedudukan di bawah Dankorbrimob Polri. Satuan ini terbagi dalam tiga detasemen, di antaranya detasemen A, B, dan C.
Satuan ini mengemban tugas sebagai pembina dan penyelenggara fungsi intelijen dalam bidang keamanan, termasuk persandian dan produk intelijen, pembentukan dan pembinaan jaringan intelijen kepolisian.
Tugasnya meliputi penyusunan rencana kegiatan operasional, peringatan dini, pelayanan administrasi dan pengawasan senjata api atau bahan peledak, orang asing, serta kegiatan sosial atau politik masyarakat sesuai peraturan perundang-undang.
Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
Indonesia memiliki banyak kesatuan-kesatuan khusus dengan tugasnya masing-masing. Di antaranya adalah Densus 88, Kopassus, Brimob, dan Gegana. Apa saja perbedaan antara keempat unit tersebut?
Berbeda dengan unit-unit militer atau kepolisian lainnya, satuan-satuan pasukan khusus ini hanya diterjunkan dalam kondisi-kondisi tertentu. Karenanya, detikers tidak saban hari dapat melihatnya beraksi.
Kendati demikian, tiap-tiap satuan memiliki peran tersendiri untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), baik dari ancaman dalam atau luar negeri. Berikut ini telah detikJogja siapkan beberapa perbedaan antara Densus 88, Kopassus, Brimob, dan Gegana.